Sampai saat ini, pendidikan di
Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama
pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan
strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa.Untuk itu
diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu
pendekatan yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL).
CTL
dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and
Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan
lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat.
Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru
dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika
Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas
Pendekatan
Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam
konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status
apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menhadari bahwa apa
yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat
mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang
bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya.
Tugas
guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi
informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk
menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai
Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus
melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang
akan dipelajari oleh siswa . 2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup
siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan
sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan
dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4)
Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari
dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup
mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya
nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan
pelaksanaannya.
Dalam
pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang
penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing),
menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring).
- Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
- Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
- Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
- Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
- Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
Menurut
Blanchard, ciri-ciri kontekstual: 1) Menekankan pada pentingnya pemecahan
masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks 3) Kegiatan
belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri. 4)
Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara
mandiri. 5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang
berbeda-beda. 6) Menggunakan penilaian otentik
Menurut
Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah
komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry),
bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community),
pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang
sebenarnya (Authentic). Adapaun tujuh komponen tersebut sebagai berikut:
1.
Konstruktivisme
(constructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan
berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal,
mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana
siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh
struktur pengetahuanyang dimilikinya.
2.
Menemukan
(Inquiry)
Menemukan merupakan bagaian inti
dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat
fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry)
merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation),
bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis),
pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
3.
Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang
selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan
berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk :
1) menggali informasi
2) menggali pemahaman siswa
3) membangkitkan respon kepada siswa
4) mengetahui sejauh mana keingintahuan
siswa
5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui
siswa
6) memfokuskan perhatian pada
sesuatu yang dikehendaki guru
7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan
dari siswa
8) untuk menyegarkan kembali
pengetahuan siswa
4.
Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar
menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain.
Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar
yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi
dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran
saling belajar.
5.
Pemodelan
(Modeling)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan
yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk
belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam
pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang
dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
6.
Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir
atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang
apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan
waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung
tentang apa yang diperoleh hari itu.
7.
Penilaian
yang sebenarnya ( Authentic Assessment)
Penialaian adalah proses pengumpulan
berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa.
Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu
diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang
benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan
kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
0 komentar:
Posting Komentar